Welcome

Rabu, 02 September 2009

Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, sekaligus penyebab kematian terbesar. Sebagian besar penderita baru terdeteksi setelah memasuki stadium lanjut karena rendahnya tingkat kesadaran untuk periksa kesehatan.

”Apalagi tidak ada gejala kanker payudara yang khas,” kata dr Samuel Haryono, ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jumat (28/8) di Jakarta. Dengan terapi sejak dini, angka harapan hidup jauh lebih tinggi, bahkan kecacatan akibat operasi bisa dihindari.

Data dari RS Dharmais pada lima tahun terakhir menyebutkan, angka kejadian kanker payudara menempati urutan pertama, 32 persen, dari total jumlah kasus kanker. Dari total penderita kanker payudara, 40 persen berobat pada stadium awal, 30 persen dari total jumlah penderita kanker terdeteksi stadium lanjut lokal, dan dari kelompok ini, 30 persen dengan metastasis.

Metastasis merupakan proses ketika sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor utama, masuk ke pembuluh darah, ikut bersirkulasi dalam aliran darah, dan tumbuh di jaringan normal yang jauh dari tumor asalnya. ”Pada kanker payudara, metastasis paling umum terjadi pada organ-organ vital, seperti paru-paru, hati, tulang, bahkan otak,” ujarnya.

”Ada lima fase reaksi emosional penderita ketika diberi tahu menderita kanker yang sudah lanjut,” kata dr Maria Astheria Wijaksono, ahli perawatan paliatif dari RS Kanker Dharmais.

Fase pertama adalah penderita menyangkal kenyataan, lalu marah terhadap kenyataan yang dihadapi, diikuti fase menimbang-nimbang, dan diliputi depresi. Setelah fase ini berlalu, akhirnya pasien sadar dan menerima kenyataan.

Konsultan hematologi-onkologi medik dari RS Kanker Dharmais, dr Asrul Harsal, menambahkan, pengobatan dilakukan berdasarkan perjalanan penyakit. Pada stadium satu hingga 3A, yang dianggap kankernya masih lokal, biasanya dilakukan tindakan operasi dan sering ditambah radioterapi atau penyinaran.

Keputusan pemberian kemoterapi setelah operasi pada stadium awal dilakukan berdasarkan faktor risiko, seperti ukuran tumor, keterlibatan kelenjar, reseptor hormonal, agresivitas tumor, serta menyusupnya sel-sel ke pembuluh darah dan getah bening.

Sejumlah kondisi yang tak dibolehkan mendapat kemoterapi adalah infeksi, jumlah sel darah putih kurang, kondisi pasien buruk, dan kondisi psikologis. Juga perlu diperhatikan efek samping kemoterapi, seperti mual dan muntah, sariawan, gangguan buang air besar, kebotakan, dan nyeri sendi.

cara mengontrol berat badan melalui makanan


Kalau Anda pikir melewatkan sarapan merupakan salah satu cara berdiet, maka anggapan Anda salah besar. Sarapan justru bisa membantu Anda menjaga berat badan dan melangsingkan tubuh.

Katherine Zeratsky, R.D, ahli nutrisi dari Mayo Clinic, menjelaskan mengapa Anda wajib sarapan bila ingin berat badan tetap ideal.

1. Sarapan akan mengurangi rasa lapar yang berlebihan di siang hari sehingga nafsu makan pun bisa ditekan. Rasa lapar yang berlebihan bisa membuat kita menjadi "kalap" saat makan siang.

2. Melewatkan sarapan bisa meningkatkan respon insulin tubuh sehingga lebih banyak lemak yang disimpan tubuh. Bila ini terjadi, lama-lama berat badan akan melonjak.

3. Sarapan akan membuat tubuh lebih berenergi. Sarapan yang sehat adalah bahan bakar bagi tubuh yang akan disimpan sebagai glikogen yang menyuplai gula darah atau untuk berpikir.

Sayangnya, sebagian besar orang, terutama pekerja, jarang sarapan karena alasan dikejar waktu. Bila Anda sangat sibuk, pilihlah menu sarapan yang praktis namun bernutrisi. Misalnya saja telur, sereal, susu rendah lemak, atau jus buah.

Selasa, 01 September 2009

Oral Seks

KOMPAS.com — Melonjaknya kasus kanker oropharyngeal dalam dua dekade terakhir ini ternyata dipengaruhi oleh perubahan perilaku seksual masyarakat di sana, khususnya perilaku seks oral.

Komentar tersebut muncul dalam konferensi yang diadakan oleh American Association for Cancer Research yang membahas tentang penularan virus human papilloma virus (HPV) dalam kasus kanker leher dan kepala. Infeksi virus tersebut menyebabkan jumlah kejadian kanker oropharyngeal, yang meliputi tumor di tenggorokan, tonsil, dan permukaan lidah, naik drastis.

Padahal, studi mengenai tumor jaringan oropharyngeal pada 20 tahun lalu hanya menunjukkan infeksi HPV sebesar 20 persen. "Ini adalah tren yang nyata karena itu fakta bahwa angka kejadian kanker orophrayngeal meningkat seharusnya menjadi concern," kata Scott Lippman, MD dari University of Texas MD Anderson Cancer Center.

Bila dulu merokok dan alkohol dituding sebagai biang utama penyebab kanker mulut, kini penyebab terbanyak beralih pada infeksi HPV. American Cancer Society menyatakan bahwa berdasarkan diagnosis, lebih dari separuh kasus kanker oropharyngeal disebabkan virus HPV.

"Perubahan perilaku seksual dalam 20 tahun terakhir, khususnya oral seks, ikut meningkatkan kejadian kanker," kata Chief Medical Officer ACS Otis Brawley. Bukti juga menunjukkan, infeksi HPV secara oral juga meningkatkan faktor risiko kanker esophagus (kerongkongan), lanjut Brawley.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Lippman, kini sasaran dokter untuk menyebarkan informasi tentang kanker oropharyngeal bukanlah orangtua dan perokok, melainkan orang muda, karyawan, juga para remaja yang belum memahami seks yang sehat. Para ahli juga sepakat bahwa oral seks bukanlah seks yang aman.